Kamis, 06 Februari 2014

Berteman Dengan Wanita Bukan Mahram

Pertanyaan:
Pak ustadz gimana nih saya berumur tujuh belas tahun, mempuyai seorang sahabat perempuan, sehingga kemana-mana saya terus bareng sama dia hukumnya bagaimana ustadz?

Jawaban:
Untuk Penanya Akhi Abdul Aziz Rahman, Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh. Alhamdulillah. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad. Amma ba’du.
Sebelumnya, kami memohon maaf atas keterlambatan jawaban ini. Saudaraku, semoga Allah memberikan taufik-Nya kepadamu dan kami, masa muda memang masa yang penuh dengan godaan. Dan godaan yang menimpa kita bersumber dari dua pintu utama: pintu syubhat dan pintu syahwat. Pintu syubhat atau kerancuan pemahaman merupakan jeratan maut yang banyak memakan korban dari kalangan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai pembela agama namun pada hakikatnya mereka terjerumus dalam penyimpangan-penyimpangan akibat kerancuan pemahaman yang merusak kejernihan hati mereka. Sedangkan pintu kedua yang tidak kalah dahsyatnya adalah pintu syahwat atau bujukan hawa nafsu yang juga telah banyak memakan mangsa. Dengan rayuan inilah syaithan menjajah keinginan dan kecintaan kita sehingga saking parahnya ada yang sampai menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya, wal iyaadzu billaah. Kita memohon kepada Allah keselamatan dari kedua bahaya ini.
Ketahuilah saudaraku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan bahwasanya: “Kelak pada hari kiamat matahari didekatkan di atas kepala umat manusia dan keringat dosa mereka bercucuran membanjiri dan bahkan ada yang hampir tenggelam di dalam lautan keringatnya sendiri, alangkah teriknya matahari ketika itu. Namun subhanallah, Allah Yang Maha Pemurah memberikan sebuah keistimewaan bagi para pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada-Nya, yaitu mereka akan mendapatkan naungan Arsy Allah ta’ala.”
( Hadits shahih itu terdapat di dalam Shahih Bukhori no. 660, 1423, 6479 dan 6806 dari Sahabat Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu yang menceritakan tujuh golongan yang akan memperoleh naungan dari Allah pada hari ketika tiada naungan kecuali naungan-Nya.)
Demikianlah balasan yang sangat menyejukkan hati kaum beriman. Adakah di antara kita yang ingin mendapatkannya? Maka sudah semestinya kita berlomba-lomba untuk meraih keutamaan yang sangat agung ini. Dan sudah saatnya kita tampil sebagai pemuda yang berani melakukan perbaikan diri dengan rajin mengaji, membaca Al Quran dan mempelajari Sunnah-Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama dalam perkara akidah dan ibadah. Karena dengan akidah yang lurus kita akan terbentengi dari jebakan syubhat. Dan dengan keteguhan dan kesabaran beribadah maka kita akan terbentengi dari jebakan syahwat. Ya, dengan kedua senjata inilah: keyakinan dan kesabaran, seorang pemuda akan bisa tampil di barisan depan menjadi calon-calon pemimpin agama. Allah ta’ala berfirman,
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami pun menjadikan di antara mereka para pemimpin yang memberikan petunjuk dengan bimbingan perintah Kami karena mereka mau bersabar dan senantiasa meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah: 24). Ya Allah jadikanlah kami termasuk di antara mereka…
Akhi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan sesudahku sebuah cobaan yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki dibandingkan (cobaan yang berasal dari) kaum perempuan.” (HR. Bukhari no. 5096 dari Usamah bin Zaid rodhiallahu ‘anhu)
Beliau juga bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan perempuan kecuali ada mahram yang menyertainya.” (HR. Bukhari no. 5233 dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma)
Beliau juga bersabda tentang shaf yang terbaik bagi kaum lelaki dan kaum wanita di dalam sholat, “Sebaik-baik shaf bagi kaum lelaki adalah yang terdepan dan shaf terjelek bagi mereka adalah yang paling belakang. Sedangkan sebaik-baik shaf bagi perempuan adalah yang paling belakang dan yang terjelek adalah yang terdepan.” (HR. Muslim)
Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu menjaga hubungan antara lelaki dan perempuan, sampai dalam hal barisan sholat mereka pun diusahakan saling berjauhan. Dan demikianlah yang dipahami oleh para Sahabat wanita rodhiallahu ‘anhunna di masa Nabi yaitu tidak diperbolehkan terjadinya berdesak-desakan atau campur baur lelaki dan perempuan. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Ummu Salamah rodhiallahu ‘anha. Beliau mengatakan, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah selesai mengucapkan salam maka para wanita pun berdiri seketika sesudah selesai membaca salam. Adapun Nabi tetap diam dalam posisinya selama beberapa saat sebelum berdiri.”(HR. Bukhari no. 870). Ummu Salamah mengatakan, “Menurut kami, wallahu a’lam, beliau melakukan hal itu adalah dalam rangka agar kaum wanita segera beranjak pergi sebelum ada lelaki yang berpapasan dengan mereka.” (lihat Nashihati lin Nisaa’, hal. 119). Nah, kalau ketika sholat saja campur baur itu tidak boleh, maka apalagi di luar sholat… Tentunya lebih terlarang!!
Akhi, coba perhatikan sebuah hadits lagi. Pada suatu saat ada seorang wanita yang ingin berangkat haji dan suaminya telah terdaftar untuk mengikuti perang berjihad bersama pasukan kaum muslimin. Ketika si suami mendengar hadits, “Tidaklah boleh seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan kecuali bersama dengan mahramnya.” Maka ia pun mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri saya ingin berangkat haji sementara saya telah terdaftar untuk ikut berperang dalam pertempuran ini dan itu, lantas bagaimana? Maka beliau menjawab, “Kembalilah kamu dan berangkatlah haji menemani istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi juga bersabda, “Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan perjalanan sepanjang siang dan malam (dalam riwayat lain disebutkan, sepanjang dua hari) kecuali apabila dia ditemani dengan mahramnya.” (HR. Bukhari). Yang dimaksud dengan mahram bagi wanita adalah laki-laki yang telah baligh, yang ia tidak boleh menikah dengan wanita itu selamanya, baik karena nasab (garis keturunan) maupun karena sebab lain, sedangkan anak kecil yang belum baligh tidak memenuhi syarat sebagai mahram (lihat Fatwa-Fatwa untuk Anak Muslim, hal. 193). Allahu akbar! Adakah perlindungan terhadap kaum wanita yang lebih hebat daripada perlindungan yang diberikan oleh syariat Islam?! Karena memang demikianlah kekhususan kaum wanita. Dia adalah sosok yang terhormat dan tidak boleh untuk diobral.
Ibunda ‘Aisyah rodhiallahu ‘anha menceritakan bahwasanya tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak pernah menyentuh tangan kaum wanita bahkan meskipun ketika sedang melakukan bai’at (ikatan janji setia dan taat kepada beliau) (HR. Muslim). Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan, “Sungguh apabila kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan paku dari besi itu lebih baik baginya daripada harus menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath Thabrani dalam Mu’jamul Kabir, 20/211). Ummu Abdillah Al Wadi’iyah -semoga Allah menjaganya- mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwasanya menyentuh perempuan ajnabiyah (bukan mahram) hukumnya adalah dosa besar dan merupakan celah menuju fitnah.” Imam Asy Syinqithi juga mengatakan, “Dan tak diragukan lagi bahwasanya terjadinya sentuhan antara tubuh dengan tubuh adalah akan mengundang hawa nafsu yang lebih kuat dan lebih keras dalam menyeret ke dalam fitnah daripada sekedar melihat dengan mata. Dan setiap orang yang bijak pasti mengerti kebenaran hal itu.” (Nashihati lin Nisaa’, hal. 123-124).
Oleh karena itulah, wahai saudaraku… tinggalkanlah kebiasaan buruk itu dan bertaubatlah kepada Allah. Karena bepergian bersama perempuan yang bukan mahram kita adalah terlarang dan jelas akan banyak mengundang campur tangan syaithan. Janganlah kau tertipu dengan bujuk rayu syaithan yang mengatakan, “Ah, kalian ‘kan sekedar berteman. Masa’ berteman saja dilarang.” Ketahuilah bahwa Allah dan Rosul-Nya telah memerintahkanmu untuk taat dan patuh kepada Nabi, bukan kepada syaithan.
Allah berfirman,
إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلإِنسَانِ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Yusuf: 5)
Allah juga berfirman,
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
“Dan apa saja yang dibawa Rasul maka ambillah dan apa saja yang dilarangnya bagi kamu maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr: 7)
Allah juga berfirman,
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah: Jika engkau mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosa kamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Allah juga berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً
“Dan tidaklah pantas bagi lelaki maupun perempuan yang beriman apabila Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara kemudian mereka justru mencari pilihan lain. Dan barang siapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)
Akhi, kembalilah ke jalan Tuhanmu, dan ingatlah bahwa siksanya sangat pedih. Bertaubatlah dengan ikhlas dengan menyesali perbuatanmu, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, mintalah pertolongan kepada-Nya dan beritahu sahabatmu dengan cara yang baik-baik. Kami nasihatkan supaya antum mencari bacaan majalah-majalah remaja Islami yang bermanfaat seperti El Fata atau Tashfiya untuk mengisi waktu luang antum dan meringankan proses perubahan ini. Semoga hal itu bisa membantu antum untuk memahami ilmu-ilmu syar’i dan kemudian mengamalkannya. Semoga Allah memudahkan berbagai macam kebaikan bagimu; ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan teman-teman yang baik. Dan semoga Allah mengumpulkan kita semua di dalam golongan hamba-hambaNya yang senantiasa bertaubat dan mendapatkan limpahan rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sesungguhnya Dia adalah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Wallaahul musta’aan. Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.
Dijawab Oleh: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi (Staf pengajar Ma’had ‘Ilmi)
Sumber: muslim.or.id

Tanya Jawab Cinta dalam Pandangan Islam

Ketika iseng membaca-baca artikel seputar cinta, tanpa sengaja saya menemukan blog yang membahas seputar “Tanya Jawab Cinta” dalam pandangan islam. Sengaja saya publish ulang di halaman ini, untuk menerangkan arti sesungguhnya tentang “CINTA”
Ditulis oleh Vitasarasi
Assalaamu’alaykum warrahmatullaahi wabarakaatuh,
Berikut ini tanya jawab seputar CINTA yang sempat saya dokumentasikan saat pengajian bulan Maret 2005 di Frankfurt am Main. Banyak sekali pertanyaan yang muncul berkisar seputar jodoh, pernikahan dan pernik-perniknya. Semoga bisa bermanfaat buat kita semua.
***
T : “Jodoh itu sebaiknya ditunggu atau dicari/diusahakan?”
Pertanyaan senada adalah: “Apakah benar jodoh kita sudah ditetapkan oleh Allah? Namun ada juga yang mengatakan jodoh harus diusahakan, mana yang benar? Jika memang kita harus mengusahakan, sampai batas mana yang diijinkan oleh syara’, apakah do’a kita saja sudah dikatakan sebagai usaha yang mencukupi?
J : Analogi soal jodoh adalah rezeki, keduanya adalah rahasia Allah untuk kita. Bedanya, rezeki bisa kita peroleh berkali-kali, sedangkan untuk jodoh tak sesering itu bahkan mungkin hanya sekali seumur hidup.
Konsepnya, rezeki itu ada 2 macam, yaitu rezeki yang kita cari/usahakan dan yang mengejar/mendatangi kita. Kita sebagai manusia hidup, terutama para pemimpin rumah tangga, harus berusaha mencari rezeki yang halal, berkah, dan cukup untuk seluruh keluarga dan tanggungannya. Usahanya ini dinilai oleh Allah dan diberi pahala sebaik usahanya. Namun sebenarnya, rezeki yang datang kepadanya adalah rezeki yang sudah ditentukan Allah, apakah termasuk yang dia usahakan atau yang sama sekali tak dia usahakan. Jadi, dicari atau tidak, dikejar atau tidak, Insya Allah rezeki datang dengan jumlah sama dengan ketentuan Allah dari awal.
Soal jodoh juga demikian, siapa, kapan dan di mana sudah pasti. Bagaimanapun usaha yang kita tempuh, apakah dengan cara yang baik atau mudharat, pasti akan bertemu dengan jodoh yang sudah dipilih-Nya. Jadi kesimpulannya, usaha manusia berguna untuk mengumpulkan poin pahala atau malah poin dosa, sedangkan urusan hasil adalah hak Allah semata. Jika demikian, maka bila kita tidak mengusahakan jodoh (dan rezeki) maka pahala yang kita kumpulkan tidak sebanyak jika kita usahakan secara ma’ruf (baik), namun keuntungannya kita bisa terhindar dari resiko berdosa jika usaha yang kita lakukan itu tidak baik.
T : “Kita diperbolehkan gak sih menentukan kriteria pasangan? Wajar kan, selain yang sholeh kita pengen juga yang wajahnya enak dipandang, akhlaknya bagus, pendidikannya tinggi, wawasannya luas, dan sudah mapan ekonominya.”
J : “Memiliki kriteria pasangan yang ideal boleh-boleh saja, supaya cocok terus selama pernikahan yang inginnya berlangsung sekali seumur hidup. Tapi ya kalau semua kriteria „diborong“, maksudnya jika dipatok terlalu ideal, jadinya menyulitkan diri sendiri. Jangan pernah berfikir akan mendapatkan sosok yang sempurna, karena secara kodrat setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Jika mengharapkan pendamping yang sempurna seharusnya kita juga sempurna, sesuatu yang tidak mungkin bukan? Jadi kita harus mau dan mampu untuk berlapang dada menerima kekurangan calon pasangan hidup karena pada saat yang sama dia juga akan bersabar dengan kekurangan yang kita miliki. Yang paling penting dia sholeh dan mapan pribadinya.“
T : “Bagaimana kalau hasil shalat istikharah dalam memilih jodoh ternyata berbeda dengan pertimbangan logika? Jadi pilih yang mana?“
J : “Tentu saja harus pilih hasil shalat istikharah. Karena Rasulullah SAW mengajarkan, jika menghadapi persoalan yang menyangkut rahasia Allah (seperti halnya jodoh) kita perlu melakukan shalat istikharah. Insya Allah, Dia berkenan memberikan petunjuk-Nya dan dapat memberikan keyakinan pada kita tentang pilihan yang paling tepat. Yang terpenting waktu melaksanakan sholat istikharah, pikiran dan perasaan kita sebisa mungkin harus netral dan menyerahkan diri pada pilihan-Nya. Kita harus yakin bahwa keputusan atau pilihan-Nya adalah yang paling benar dan kita tidak boleh ragu-ragu. Tentunya sholat tersebut tidak hanya dilakukan sekali saja, tetapi dilakukan selama beberapa hari, sampai timbulnya keyakinan pada diri kita akan pilihan yang paling tepat. Petunjuk itu tidak harus berupa mimpi.”
T : “Bagaimana kalau pilihan kita tidak sesuai dengan kehendak orang tua?“
J : Pilihan terbaik adalah pilihan yang tanpa ada penghalang dari pihak manapun, termasuk di dalamnya kesesuaian dengan kehendak orang tua. Hal ini sesuai dengan doa pada shalat istikharah yaitu: “Jika Engkau Ya Allah mengetahui bahwa urusan ini baik bagiku, agama dan kehidupanku, maka tetapkanlah dan mudahkanlah ia bagiku, kemudian berkatilah aku…”. Jadi pilihan terbaik mengandung kemantapan dari semua pihak.
Kedudukan orang tua tentu tidak bisa diabaikan begitu saja, karena biar bagaimana pun mereka telah mengenal kepribadian kita sejak lahir. Untuk itu jauh sebelum memilih calon suami, kita perlu bicara dari hati ke hati dengan orang tua. Mintalah pertimbangan mereka dengan cara yang terbaik dan simpatik, tanpa harus terlalu memaksakan kehendak. Jadikan hal itu sebagai wujud bakti kepada orang tua. Apalagi jika kriteria calon suami pilihan orang tua tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka sungguh sangat baik bila kita mengikuti dan melaksanakan saran mereka. Dan jika saran orang tua ini dipadu dengan ikhtiar melalui shalat istikharah maka pilihan akan lebih mantap.
Namun demikian, bisa jadi hasil istikharah ternyata berbeda dengan selera orang tua. Dalam kasus ini maka sebaiknya kita konsultasikan sekali lagi kepada para ustadz yang kita kenal. Ada sebuah hadits yang bisa kita jadikan acuan yaitu: “Dari Ibnu Abbas ra, bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia memberitahukan bahwa ayahnya telah menikahkannya padahal ia tidak suka. Lalu Rasulullah SAW memberikan hak kepadanya (wanita itu) untuk memilih” (HR Abu Daud). Bila memang demikian adanya, maka kita perlu menyampaikannya kepada orang tua dengan cara yang baik, sopan dan tidak menyakitkan sehingga mereka bisa merestui hasil istikharah kita. Hal yang sangat penting diperhatikan adalah bahwa salah satu syarat syah menikah adalah adanya wali yaitu ayah kita. Hakekatnya, wali-lah yang melakukan akad (ikatan, perjanjian) dengan calon suami kita.
T : “Bagaimana (sejauhmana) proses ta’aruf yang Islami, sehingga kita terhindar dari fitnah dan zina mata atau hati”
J : Proses pra-nikah dilakukan dengan ta’aruf (mengenali, melihat) dan khitbah (meminang, melamar). Kadang-kadang seorang pria langsung meminang calon istrinya tanpa melakukan ta’aruf. Namun Rasulullah SAW lebih menyarankan adanya proses ta’aruf. Beliau pernah menyuruh salah seorang sahabatnya untuk melihat dahulu calonnya dengan maksud untuk ta’aruf. Abu Hurairah mengatakan: “Saya pernah di tempat kediaman Nabi, kemudian tiba-tiba ada seorang laki-laki datang memberitahu, bahwa dia akan kawin dengan seorang perempuan dari Anshar, maka Nabi bertanya: Sudahkah kau lihat dia? Ia mengatakan: Belum! Kemudian Nabi mengatakan: Pergilah dan lihatlah dia, karena dalam mata orang-orang Anshar itu ada sesuatu.” (HR Muslim).
Mengapa ta’aruf lebih baik dilakukan sebelum menikah? Karena (1) Dapat menghindarkan perasaan tertipu ketika ternyata ada sifat atau perilaku yang tidak disukai, bahkan penyakit yang sebelumnya tidak diketahuinya (2) Dapat meningkatkan keinginan untuk menyegerakan menikah. (3) Merupakan pangkal tumbuhnya kasih sayang (pepatah: “tak kenal maka tak sayang”).
Pada hadits tersebut Rasulullah tidak menentukan batas ukuran yang boleh dilihat atau diperlihatkan. Namun karena belum ada ikatan mahram, kita hanya boleh memperlihatkan muka dan dua tapak tangannya. Di samping itu, kita juga bisa lebih mengenali sosok tubuhnya, mengenali wajahnya, melihat sepintas perilaku dan tutur bahasanya.
Dalam ta’aruf itu, kita berhak bertanya yang mendetail, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya, karena bila tidak dapat berakibat fatal nantinya. Karena proses ta’aruf bersifat interaktif maka tidaklah cukup hanya dengan mengajukan foto dan biodata saja. Namun, selama proses interaktif itu berlangsung harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya, bukan guru atau ustaznya.
Itulah sebabnya ta’aruf via internet, telepon, dan sms banyak disangsikan oleh para ulama apakah sesuai dengan syarat ini (acuan: konsultasi eramuslim dan syariahonline). Batasan apakah ini merupakan khalwat (menyepi berdua) atau bukan menjadi tidak jelas lagi. Memang secara fisik tidak terjadi khalwat, yang terjadi hanyalah mungkin- sebuah “cyber khalwat”. Tapi esensi khalwat itu adalah “rasa bebas dan aman” untuk berekspresi dengan lawan khalwatnya, dimana isi dan tema pembicaraan tidak diketahui oleh orang lain. Intinya, ta’aruf bukanlah bermesraan berdua, tapi lebih kepada pembicaraan realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua.
Selanjutnya kita menempuh proses peminangan yang lebih banyak pengecualian. Sudah seharusnya kita boleh memperlihatkan lebih banyak dari hal-hal yang biasa. Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu hendak meminang seorang perempuan, kemudian dia dapat melihat sebahagian apa yang kiranya dapat menarik untuk mengawininya, maka kerjakanlah.” (HR Abu Daud).
Dalam proses khitbah itu juga kita boleh bepergian bersama dengan calon suami dengan syarat disertai oleh ayah atau salah seorang mahram kita ke tempat yang boleh dikunjungi dengan maksud untuk lebih mengetahui perasaan, kepandaian, dan kepribadiannya. Dalam proses ini kedua orang tua wanita tidak boleh menghalang-halangi. Sebuah hadits meriwayatkan: Mughirah bin Syu’bah pernah meminang seorang perempuan. Kemudian Rasulullah SAW mengatakan kepadanya: “Lihatlah dia! Karena melihat itu lebih dapat menjamin untuk mengekalkan kamu berdua.”. Kemudian Mughirah pergi kepada dua orang tua perempuan tersebut, dan memberitahukan apa yang disabdakan Rasulullah SAW, tetapi tampaknya kedua orang tuanya itu tidak suka. Si perempuan tersebut mendengar dari dalam biliknya, kemudian ia mengatakan: Kalau Rasulullah menyuruh kamu supaya melihat aku, maka lihatlah. Kata Mughirah: Saya lantas melihatnya dan kemudian mengawininya. (HR Ahmad, Ibnu Majah, Tarmizi dan ad-Darimi).
T : “Informasi seperti apa yang perlu kita ketahui dari calon suami?“
J : “Informasi yang perlu digali dari calon suami didasarkan pada hadits berikut ini: “Dari Abu Huraihah r.a. bahwa Nabi saw bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka beruntunglah yang memilih wanita yang memiliki agama. (Kalau tidak begitu) maka berlumuran tanah kedua tanganmu (engkau tidak akan beruntung)”. (HR. Bukhari dan Muslim). Jika kita dipilih karena faktor agama, maka tentu kita juga berhak memilih karena faktor akhlaknya pula. Informasi selengkapnya yang perlu diketahui dari calon suami adalah:
  • Kualitas agama atau akhlaknya
  • Nasabnya (latar belakang keturunan), misalnya hubungan keluarga asal, apakah berasal dari keluarga utuh, harmonis, atau broken home, termasuk bagaimana dengan saudara kandungnya, tradisi keluarga. Faktor keluarga yang berkaitan misalnya norma-norma atau nilai-nilai status sosial ekonomi, dan suku.
  • Faktor fisik dan mentalnya, misalnya apakah calon suami mempunyai penyakit keturunan (berkaitan dengan faktor genetik) dan cacat fisik atau mental.
  • Faktor yang berkaitan dengan kematangan pribadi (di samping agama), misalnya tipe kepribadian (tertutup/terbuka, pendiam, periang, emosional, sabar), latar belakang pendidikan, kapasitas intelektual, dan profesi, latar belakang organisasi dan aktivitas sosial, kemampuan problem solving, dan kepercayaan diri.
T : “Berapa lama jarak ta’aruf dengan kithbah (meminang)?”
J : Batas waktu antara ta’aruf, kithbah, dan pelaksaan nikah tak ada rincian mutlaknya. Yang penting diingat adalah menikah adalah hal yang perlu disegerakan karena termasuk wajib dalam Islam. Seorang ayah tidak boleh memperlambat perkawinan anak gadisnya kalau ternyata telah dipinang oleh laki-laki yang telah cocok (kufu), beragama dan berbudi. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Ada tiga perkara yang tidak boleh dilambatkan, yaitu: (1) shalat apabila waktunya telah tiba, (2) jenazah apabila sudah datang, (3) seorang perempuan apabila sudah didapat (jodohnya) yang cocok.” (HR Tarmizi). Jika ada ada penundaan maka perlu diketahui apa alasannya, apa yang terjadi selama masa penantian itu, dan jelas hingga kapan ditundanya. Memperpanjang masa ta’aruf akan memperbesar resiko perbuatan dosa. Untuk itu batasilah interaksi kita dengan calon pasangan selama masa penantian hanya untuk hal-hal yang sangat perlu dibicarakan saja, dan jangan lupa untuk selalu disertai dengan mahram.
T : “Bagaimana kriteria diperbolehkan menolak lamaran?“
J : Pada dasarnya, seorang gadis tidak boleh menolak lamaran dari laki-laki yang sholeh sebagaimana termuat dalam hadist berikut: “Apabila datang melamar kepadamu seseorang yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya, maka kawinkanlah. Jika tidak kamu laksanakan, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas”. (HR. Tirmidzi). Hadits lain adalah: “Sesungguhnya di antara berkah wanita adalah kemudahan dalam meminangnya” (HR Ahmad). Kedua hadits ini menunjukkan bahwa seorang gadis hendaknya mempermudah perkara seorang laki-laki muslim yang baik untuk menikahinya karena ia hendak beribadah dengan mengajaknya ke jalan yang diridhai Allah (menikah). Hal ini juga untuk menghindarkan kerusakan akibat sulitnya seorang muslim atau muslimah untuk menikah.
Namun dalam keadaan tertentu kita boleh menolak pinangan jika ada alasan/penghalang secara syar’i, misalnya jika ia sedang sakit, mempunyai penyakit yang tidak sesuai dengan pria yang melamarnya, sudah ada pria muslim lain yang terlebih dahulu melamar sebelum membatalkannya, atau masih dalam masa iddahnya akibat ditalak atau ditinggal mati oleh suami sebelumnya. Alasan belum selesai studi tidaklah termasuk di sini. Bila ia hendak menolak lamaran pria itu dengan salah satu alasan syar’i itu maka hendaknya dilakukan dengan cara yang ma’ruf dan tidak pula merendahkannya.
T : “Bagaimana jika calon suami non muslim, bolehkah mas kawinnya berupa syahadat?”
J : Wanita muslimah diharamkan menikah dengan laki-laki non muslim, baik dia Ahli Kitab maupun bukan. Allah SWT berfirman : “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (QS. Al-Baqarah : 221). Hikmahnya adalah bahwa laki-laki memiliki qawam (kepemimpinan) yang lebih besar dari wanita sehingga pengaruhnya akan lebih kuat dalam pembentukan akidah istri dan anak-anaknya. Untuk itulah calon suami hendaknya diminta untuk masuk Islam terlebih dahulu. Dengan kata lain, maharnya adalah keislamannya karena kandungan nilai dalam mahar sudah sangat signifikan.
Untuk kasus ini kita perlu mengacu pada kisah Ummu Sulaim. Beliau adalah Al Ghumaishak, binti Malhan ibu Anas bin Malik (pembantu Rasulullah sejak kecil sampai dewasa dan seorang perawi yang terkenal banyak meriwayatkan Hadist selain Abu Hurairah dan Aisyah ra). Ummu Sulaim adalah istri dari sahabat Thalhah ra. Rasulullah SAW bersabda: “Diperlihatkan padaku surga, maka aku melihat di dalamnya ada Ummu Sulaim”. Mengapa demikian, apa yang telah diperbuat wanita ini? Diriwayatkan oleh An Nasai, dengan isnad yang shahih, dari Anas ra. ia berkata : Abu Thalhah telah meminang Ummu Sulaim. Kata Ummu Sulaim saat itu: “Demi Allah wahai Abu Thalhah, aku melihat tidak ada lelaki seumpama engkau baiknya, bukannya aku menolak engkau jadi suamiku, tapi bagaimana aku menerimamu, sedangkan engkau dalam keadaan kafir, musyrik, sedangkan aku muslimah, tidak halal bagi aku seorang Muslimah menikahi lelaki kafir, musyrik. Maka jika kamu Islam, aku akan menerima untuk menikah denganmu, dan sebagai maharku itu adalah Islamnya kamu itu. Aku tidak minta apa-apa dari mahar itu selain masuk Islamnya kamu.”. Maka masuk Islam-lah Abu Thalhah, dan menikahlah mereka sampai mempunyai anak.
Jika boleh memberi saran bila menemui kasus dimana calon suaminya non muslim:
  1. Ajaklah dia masuk agama Islam dengan ikhlas. Bimbinglah untuk mengucapkan dan memahami makna syahadat, dan untuk mempelajari shalat
  2. Setelah masuk Islam dengan sepenuh kesadaran, maka menikahlah dengannya penuh dengan cinta dan sayang.
  3. Jangan terlalu mudah mengatas-namakan semua perasaan yang Anda alami dengan nama cinta. Sebab cinta itu sangat agung dan tinggi sebagai karunia Allah SWT yang hanya bisa digapai oleh hamba-hamba-Nya yang mencintai-Nya juga.
T : “Bolehkah wanita berhias dan bersolek jika sudah ingin menikah?”
J : Islam tidak melarang seorang wanita untuk berhias dan bersolek bila yang bersangkutan sudah ingin menikah, karena hal ini bisa menghilangkan kesulitannya. Ada sebuah hadits yang dapat kita jadikan acuan yaitu: “Ingatlah, demi Allah seandainya Usamah itu anak perempuan, niscaya saya pakaikan padanya pakaian dan perhiasan, sehingga banyak peminangnya” (HR Ahmad). Jelaslah bahwa Islam tidaklah membelenggu umatnya dalam menyikapi cinta, tetapi mengarahkannya kepada kebaikan yang sangat besar yaitu pernikahan.

Kesimpulan :

PERNIKAHAN TEMPAT BERMUARANYA CINTA SEPASANG MANUSIA
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar Rum: 21)
“Tidak terlihat di antara dua orang yang saling mencintai (sesuatu yang amat menyenangkan) seperti pernikahan” (Sunan Ibnu Majah)
Pernikahan dalam Islam merupakan sebuah kewajiban bagi yang mampu. Dan bagi insan yang saling mencintai, sebuah pernikahan seharusnyalah menjadi tujuan utama mereka.
Karena itulah percintaan yang tidak mengarah kepada pernikahan bahkan disertai hal-hal yang diharamkan agama sangat tidak disarankan oleh Islam. Cinta dalam pandangan Islam bukanlah hanya tertarik secara fisik atau jiwa, dan bukan pula pembenaran terhadap perilaku yang dilarang agama. Yang demikian itu bukanlah cinta melainkan sebuah lompatan birahi yang besar saja, yang cepat atau lambat akan pupus. Karena itu cinta memerlukan kematangan dan kedewasaan untuk membahagiakan pasangannya, bukan membuatnya sengsara dan bukan juga menjerumuskannya ke jurang maksiat.
Percintaan tanpa didasarkan oleh tujuan hendak menikah adalah sebuah perbuatan maksiat yang diharamkan oleh Islam. Ini disebabkan batas antara cinta dan nafsu birahi pada dua orang manusia yang saling mencintai sangatlah tipis sehingga pernikahan adalah sebuah solusi yang sangat tepat untuk mengatasinya. Juga, cinta dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau dituliskan belaka, sehingga cinta pada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas.
Pernikahan adalah sebuah perjanjian suci dimana Allah SWT sebagai pemersatunya. Dan tidak ada yang melebihi ikatan ini. Dan inilah puncak segala kenikmatan cinta itu, dimana kedua orang yang saling mencintai itu memilih untuk hidup bersama, saling berjanji untuk saling mengasihi, berbagi hidup baik suka maupun duka, dan saling memahami kelebihan dan kekurangan pasangannya.
Wallaahu’alam bishshowab.
Wassalaamu’alaykum warrahmatullaahi wabarakaatuh,
Frankfurt am Main, 29 März 2005

Sumber : http://akumencintaimu.wordpress.com/

:) :)

Bismillahirrahmanirrahim

Duhai ukhti,, kenapa engkau begitu setia untk mendapat cintanya, padahal ia belum tentu
untukmu..”

Cintailah ia sewajarnya
tanpa engkau berkorban
rasa..
Biarkan rindu menggantung di
bawah kuasa-Nya,
Biarkan kegelisahan hatimu tergenggam
diantara kasih-Nya.”

Allah tahu akan ketulusan hatimu dalam ingin
mencintainya,
Namun Allah lebih
tahu apa yg terbaik untk
keindahan rasamu.”

Kehidupan yg akan datang, tak seindah apa
yg di pikirkan..
Begitu pun dgn yg
di harapkan, belum tentu indah untk di jalani..

Cintailah ia dengan
merindukan keridhaan-Nya
karena keridhaan-Nya yg akan memberikan kebahagiaan.”


Sumber:https://www.facebook.com/pages/-Muslimah-Solehah-/353727331311989

Selasa, 04 Februari 2014

NUR AL HANIF ??

Assalamualaikum,para calon penghuni syurga Allah :)

Nur Al Hanif ? iya aku :)
Anak pertama dari ayah & ibu terbaik di dunia
Akhir'Akhir ini alhamdulillah,banyak sekali yang diberikan Allah kepadaku...
Pelajaran berharga & mimpi indah yang menemaniku tiap malamnya
Namun belum aku dapatkan hikmah dari peristiwa baru-baru ini yang aku alami

Dimana pertemanan yang telah lama aku jalin dengan seseorang diputuskan dengan adanya sosok manusia yang baru datang,entah dari mana asalnya.....
Akupun bingung,katanya aku harus menjauh karena mereka tidak mau berteman denganku sesuai (komitmen) yang mereka buat?
Lantas komitmen apa? Adakah Komitmen yang didasarkan dari AL-QUR'AN untuk memutuskan tali silaturahmi kaum muslim? ASTAGFIRULLOH.....

Semoga saya segera menemukan hikmahnya.

I AM A MUSLIMAH


Last Year


Semoga kita sama'sama menjadi manusia yang lebih baik dan bisa menjadi bekal kita kelak :) AMIN

BIO twitter, AVA nya?

BEFORE


AFTER



Kutipan :)



Rosululloh SAW

Baju gamis Nabi SAW yang lusuh dan robek-robek. Ya Allah … betapa sederhananya baju pemimpin dunia yang suci dan agung ..!!
jubah Rasulullah SAW
Rasa nak menitik air mata melihat pakaian dan barangan peribadi Rasulullah SAW. Baginda yang sememangnya mendapat tempat di Syurga tertinggi pun begitu zuhud sekali.
Kita begitu sibuk mengumpul harta dunia sedangkan hidup di dunia hanya sementara sahaja. Kehidupan di Akhirat adalah kehidupan yang kekal. Jika di dunia yang fana ini kita begitu cintakan dunia, layakkah kita nak masuk Syurga. Adakah kita mampu menahan siksaan api neraka?
Gambar-gambar ekslusif ni dikongsikan dengan tujuan supaya kita muhasabah diri kita. Kita ikhlas berbelanja seluar Levi’s yang berharga RM200 +, RM60-RM70 untuk sehelai t’shirt, berapa ratuskah yang kita ikhlas keluar untuk jalan Allah?
Kita sanggup menonton siaran langsung bolasepak dari menghayati Maal Hijrah, kita sanggup bersengkang mata mengadap laptop dari sembahyang tahajjud, kita mengagungkan pemimpin yang macamana? Kita mengamalkan riba dalam jual beli, kita tak kisah halal haram dalam kehidupan. Kita menghina mereka yang ingin memperjuangkan Islam . Ya Allah tunjukkan kami jalan yang benar dan ampunkan dosa kami.
Sama-sama peringat.
jubah Rasulullah SAW
Sebahagian dari baju Gamis Rasulullah yang telah robek.
jubah Rasulullah SAW
Baju,tongkat dan barang-barang Rasulullah SAW



3 Syarat Taubat dari Pacaran

  • 1. Menyesal dan sedih telah berpacaran
    2. Putuskan pacar sekarang juga
    3. Bertekad tidak mau pacaran lagi.
"Ya Tuhan kami, berikanlah kami pasangan yg terbaik dari sisiMu,
Pasangan yg juga menjadi sahabat kami dalam urusan agama, urusan dunia & akhirat kami. " Aamiin Ya Robbal Allamiin..

Tidak Halal Seorang Muslim Menjauhi Kawannya

Dan dari situlah, maka Islam mengharamkan seorang muslim berlaku kasar terhadap kawannya, memutuskan hubungan dan menjauhinya. Islam tidak memperkenankan seorang muslim menjauhi kawannya, kecuali dalam batas tiga hari, sehingga tenanglah kemarahan kedua belah pihak. Kemudian mereka berdua harus berusaha untuk memperbaiki, menjernihkan suasana dan mengatasi perasaan-perasaan congkak, benci dan permusuhan. Sebab di antara sifat-sifat yang terpuji dalam al-Quran ialah:
“Merendah diri terhadap orang-orang mu’min.” (al-Maidah: 54)
Sabda Rasulullah s.a.w.:
“Tidak halal seorang muslim menjauhi kawannya lebih dari tiga hari. Jika telah lewat waktu tiga hari itu, maka berbicaralah dengan dia dan berilah salam, jika dia telah menjawab salam, maka keduanya bersama-sama mendapat pahala, dan jika dia tidak membalasnya, maka sungguh dia kembali dengan membawa dosa, sedang orang yang memberi salam telah keluar dari dosa karena menjauhi itu.” (Riwayat Abu Daud)
Lebih hebat lagi haramnya memutuskan silaturrahmi ini apabila terhadap keluarga yang oleh Islam diwajibkan untuk menyambungnya dan melindungi kehormatannya.
Firman Allah:
“Dan takutlah kamu kepada Allah yang padaNya Kamu meminta dan jagalah keluarga karena sesungguhnya Allah maha mengawasi atas kamu.” (an-Nisa’: 1)
Rasulullah s.a.w. menggambarkan silaturrahmi ini dan nilainya, dalam salah satu sabdanya sebagai berikut:
“Kekeluargaan bergantung di Arsy, ia akan berkata: barangsiapa menghubungi aku, maka Allah pun akan menghubunginya; dan barangsiapa memutus aku, maka Allah pun akan memutusnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Mendoakan Keburukan Untuk Orang yang Menzalimi

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Dizalimi dan dianiaya, pasti setiap orang tidak suka. Sehingga saat terzalimi ia akan berbuat apa saja agar terhindar dari kezaliman itu. Jika mampu, ia akan menghentikan kezaliman atas dirinya dengan tenaganya atau lisannya. Namun bagaimana jika ia tidak memiliki kemampuan?
Boleh jadi doa menjadi senjata terakhir baginya. Ia menghaturkan kepada penguasa alam semesta (Allah Subhanahu wa Ta'ala) atas kezaliman yang dialaminya dan meminta kebinasaat untuk orang yang terlah berbuat zalim kepadanya. Dan berdasarkan sabda Rasul-Nya, Allah akan mengabulkan doa orang yang terzalimi.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ
"Tiga orang yang tidak akan ditolak doanya: orang puasa sampai ia berbuka, imam yang adil, dan doa orang yang dizalimi." (HR. Al-Tirmidzi)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpesan kepada Mu'ad bin Jabal saat mengutusnya ke Yaman,
وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
"Dan takutlah doa orang terzalimi, karena tidak ada hijab (penghalang) antara ia dengan Allah." (Muttafaq 'Alaih)
Status Mendoakan Keburukan Atas Orang Zalim
Pada dasarnya, dibolehkan bagi orang yang dizalimi dan dianiaya untuk membela dirinya salah satu bentuknya adalah dengan mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya.
Allah Ta'ala berfirman,
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
"Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Nisa': 148)
Ibnu Abbas berkata tentang ayat ini: "Allah tidak suka seseorang mendoakan keburukan untuk selainnya, kacuali ia dalam keadaan dizalimi. Allah memberikan keringanan baginya untuk mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya.dan itu ditunjukkan oleh firman-Nya, "Kecuali oleh orang yang dianiaya." (namun), jika bersabar maka itu lebih baik baginya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir terhadap ayat di atas)
Firman Allah yang lain,
وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ
"Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka." (QS. Al-Syuura: 41)
. . . dibolehkan bagi orang yang dizalimi dan dianiaya untuk membela dirinya salah satu bentuknya adalah dengan mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya. . .
Namun, apakah ini yang terbaik baginya? Tidak. Jika ia membalas kepada orang yang menzaliminya dengan doa keburukan, maka ia tidak mendapat apa-apa karena ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan (kepuasan).
Berbeda jika doanya dengan niatan agar orang-orang tidak lagi menderita akibat kejahatannya, maka ia mendapat pahala dengannya. Terlebih jika niatnya untuk menghilangkan kezaliman, menegakkan syariat Allah dan hukum-Nya, maka pahala yang didapatkannya lebih banyak.

:)

You know all the things I've said
You know all the things that we have done
And things I gave to you
There's a chance for me to say
How precious you are in my life
And you know that it's true

To be with you is all that I need
'Cause with you
My life seems brighter and these
are all the things
I wanna say...

I will fly into your arms
And be with you
Till the end of time
Why are you so far away
You know it's very hard for me
To get myself close to you

You're the reason why I stay
You're the one who cannot believe
Our Love will never end
Is it only in my dream?
You're the one who cannot see this
How could you be so blind?

To be with you is all that I need
'Cause with you
My life seems brighter and these
are all the things
I wanna say...

I will fly into your arms
And be with you
Till the end of time
Why are you so far away
You know it's very hard for me
To get myself close to you

I wanna get
I wanna get
I wanna get myself close to you

I will fly into your arms
And be with you
Till the end of time
Why are you so far away
You know it's very hard for me
To get myself close to you

I wanna get
I wanna get
I wanna get myself close to you
I wanna get myself close to you.

KISAH SITI FATIMAH AZ ZAHRA

Lahirnya Siti Fatimah Az Zahra r.a merupakan rahmat yang telah dilimpahkan Ilahi kepada Nabi Muhammad SAW. Ia telah menjadi wadah suatu keturunan yang suci. Ia laksana benih yang akan menumbuhkan pohon besar penyambung keturunan Rasulullah SAW. Ia satu-satunya yang menjadi sumber keturunan paling mulia yang dikenali umat Islam di seluruh dunia. Siti Fatimah Az Zahra r.a dilahirkan di Makkah, pada hari Jumaat, 20 Jamadil Akhir, lebih kurang lima tahun sebelum Rasulullah SAW di angkat menjadi Rasul.
Siti Fatimah Az Zahra r.a membesar di bawah naungan wahyu Ilahi, di tengah kancah pertarungan sengit antara Islam dan jahiliyah, di kala sedang hebatnya perjuangan para perintis iman melawan penyembah berhala.
Ketika masih kanak-kanak, Siti Fatimah Az Zahra r.a sudah mengalami penderitaan, merasakan kehausan dan kelaparan. Dia berkenalan dengan pahit getirnya perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Lebih dari tiga tahun, dia bersama ayah bondanya hidup menderita dibuang daerah akibat pemboikotan orang-orang kafir Quraisy terhadap keluarga Bani Hasyim.
Setelah bebas penderitaan setelah 3 tahun diboikot, datang pula ujian berat atas diri Siti Fatimah Az Zahra r.a, apabila wafatnya bonda tercinta, Siti Khadijah r.a. Perasaan sedih selalu sahaja menyelubingi hidup sehari-harinya dengan putusnya sumber kecintaan dan kasih sayang ibu.
Rasulullah SAW sangat mencintai puterinya ini. Siti Fatimah Az Zahra r.a adalah puteri bongsu yang paling disayang dan dikasihani junjungan kita Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW merasa tidak ada seorang pun di dunia, yang paling berkenan di hati baginda dan yang paling dekat di sisinya selain puteri bongsunya itu.
Demikian besar rasa cinta Rasulullah SAW kepada puteri bongsunya itu dibuktikan dengan Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Menurut Hadis tersebut, Rasulullah SAW berkata kepada Sayyidina Ali r.a demikian:
Wahai Ali, sesungguhnya Fatimah adalah bahagian dari aku. Dia adalah cahaya mataku dan buah hatiku. Barang siapa menyusahkan dia, ia menyusahkan aku, dan siapa yang menyenangkan dia, ia menyenangkan aku…”
Penyataan baginda itu bukan sekadar cetusan emosi, melainkan suatu penegasan bagi umatnya, bahawa puteri baginda itu merupakan lambang keagungan peribadi yang ditinggalkan di tengah umatnya.
Ketika masih kanak-kanak, Siti Fatimah Az Zahra r.a menyaksikan sendiri ujian-uijian getir yang dialami oleh ayah bondanya, baik berupa gangguan-gangguan, mahupun penganiayaan-penganiayaan yang dilakukan orang-orang kafir Quraisy. Siti Fatimah hidup di udara Makkah yang penuh dengan debu perlawanan orang-orang kafir terhadap keluarga Nubuwah, keluarga yang menjadi pusat iman, hidayah dan keutamaan. Dia menyaksikan keteguhan dan ketegasan orang-orang mukmin dalam perjuangan gagah berani menghadapi komplot-komplot Quraisy. Suasana perjuangan itu membekas sedalam-dalamnya pada jiwa Siti Fatimah Az Zahra r.a dan memainkan peranan penting dalam pembentukan peribadinya, serta mempersiapkan kekuatan rohaniah bagi menghadapi kesukaran-kesukaran di masa depan.

BAJU RASULULLAH S.A.W DAN SITI FATIMAH R.A



Saiyyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhahu... merupakan menantu kesayangan Nabi saw dan isterinya, Fatimah Az-Zahra pula merupakan puteri kesayangan Nabi saw..jika diikutkan budaya dan trend masyarakat moden hari ini maka kedudukan mereka sebagai anak dan menantu kepada Nabi saw seorang pemimipin.... seseorang yang berkuasa..yang memegang pemerintahan...yang memegang kekayaan negara sudah pasti mereka berdua hidup di dalam kemewahan dengan harta yang berlimpah.

Namun perkara itu tidak berlaku..kepada puteri dan menantu Nabi saw...apabila ada riwayat yang menyatakan bahawa mereka berdua hidup di dalam serba kesederhanaan...dan adakalanya berlapar perut kerana ketiadaan makanan.
Imam At-Tabari di dalam kitabnya Al-Ausad ada meriwayatkan suatu hadis :

قال عمران: فرأيت صفرة قد ظهرت على وجهها، وذهب الدم، فبسط رسول الله صلى الله عليه وسلم
بين أصابعه ثم وضع كفه بين ثدييها، فرفع رأسه فقال ﴿الله مشبع الجوعة، وقاضى الحاجة، ورافع الوضيعة، لا تجع فاطمة بنت محمد﴾.
فرأيت صفرة الجوع قد ذهبت عن وجهها، وظهر الدم، ثم سألتها بعد، فقالت ﴿ما جعت بعد ذلك أبدا﴾رواه الطبرانى فى الأوسط

Ertinya:

Menurut cerita Imran bin Husain, Pernah satu hari, Fatimah r.anha muncul di hadapan Rasulullah dengan wajah kekuning-kuningan dan pucat akibat kelaparan. Rasulullah lalu berkata, “Mari ke mari mendekati aku..wahai Fatimah.”
Kemudian Baginda saw berdoa, “Ya Allah yang mengenyangkan orang yang lapar dan mengangkat orang yang jatuh, janganlah engkau laparkan Fatimah binti Muhammad.”

Fatimah Az-Zahra

Tahukah anda siapa Saidatina Fatimah? Saidatina Fatimah az-Zahra r.a. adalah puteri bongsu Rasulullah S.A.W, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bersama isteri tercinta Saidatina Khadijah Bin Khuwailid.
Beliau merupakan anak yang ke-empat Rasulullah S.A.W. yang mana dilahirkan pada penghulu hari iaitu hari Jumaat bersamaan 20 Jamadil Akhir. Saat kelahiran puteri kesayangan Rasulullah bertempatan dengan selesainya orang Quraisy membina Ka’bah. Kelahiran Saidatina Fatimah az-Zahra memberi kegembiraan kepada Rasulullah S.A.W. Baginda berkata kepada Saidatina Khadijah,
“Wahai Khadijah sesungguhnya dia (Fatimah) adalah manusia yang diberkati dan sesungguhnya Allah S.W.T memberi keturunuan darinya.”
Kegembiraan Rasulullah bertambah lagi dengan kemiripan Fatimah az-Zahra dengan baginda Rasulullah S.A.W dan direkod oleh Al-Hakim meriwayatkan daripada Anas Bin Malik r.a berkata,
“Sesungguhnya Fatimah az-Zahra adalah seorang yang sangat mirip dengan Rasulullah S.A.W. dengan memiliki kulitnya putih, bibirnya merah dan rambutnya hitam.”
Menurut Ummul Mukminin Ummu Salamah r.a :
“Fatimah az-Zahra adalah anak Rasulullah S.A.W. Dia adalah seorang yang memiliki perwatakan mirip dengan Rasulullah S.A.W.
Manakala daripada Aisyah Ummul Mukminin r.a berkata,
“Saya tidak pernah melihat seorang pun dari ciptaan Allah S.W.T. (manusia) yang serupa ucapan dan perkataannya dengan Rasulullah S.A.W. selain Saidatina Fatimah az-Zahra.”
Saidatina Fatimah az-Zahra memiliki banyak gelaran antaranya Az-Zahra, Ash-Shadiqah, Al-Batul dan Ummu Abiha. Tetapi gelaran paling dikenali ialah Az-Zahra yang mana gelaran ini diberikan oleh ayahandanya sendiri Rasulullah S.A.W. yang bermaksud bunga bagi Nabi S.A.W. kerana memiliki kulit yang putih. Diriwayatkan dari Ja’far Bin Muhammad Bin Ali r.a dari ayahnya berkata,
“Saya bertanya kepada Rasulullah tentang Fatimah, “Kenapa kamu menamakannya dengan Fatimah?” Baginda menjawab. “Kerana jika dia berdiri di mihrobnya dia akan memancarkan cahaya bagi penghuni langit sebagaimana bintang menyinari penghuni bumi.”
Walaupun Saidatina Fatimah anak Rasulullah S.A.W., beliau juga melayari kehidupan seperti bangsa arab lain dengan mengamal cara hidup yang sederhana serta tidak mendesak Rasulullah S.A.W memberi khadam kepadanya walaupun beliau hidup susah.

Bersederhana

Umum mengetahui Saidatina Fatimah Az-Zahra memiliki budi pekerti mulia kerana beruntung sejak kecil lagi diasuh dan dididik dengan akhlak mulia oleh ibubapanya Rasulullah S.A.W. dan Saidatina Khadijah bin Khuwailid. Saidatina Fatimah merupakan seorang yang sabar dan tabah menghadapi ujian hidup ini dapat dilihat semasa keperitan hidup yang dilalui yang mana mengamalkan konsep keserhanaan walaupun beliau puteri Rasulullah S.A.W. serta tidak tamak menggunakan harta Baitul Mal untuk kepentingan peribadi.

Taat Agama & Suami

Beliau juga seorang yang taat kepada agama dan suami. Beliau sentiasa menjaga maruah sebagai isteri, membantu suaminya melakukan kerja-kerja harian seperti menumbuk gandum, menguli tepung dan membakar roti serta tidak pernah ingkar suruhan suami, serta menyokong perjuangan dakwah suaminya iaiti Saidina Ali r.a.

Halaman